Senin, 14 Maret 2011

Sewa Rahim; Legal atau Ilegal menurut Hukum di Indonesia ?

Berdasarkan  Black's Law Dictionary 7th Edition pengertian Ibu Pengganti atau Surrogate Mother adalah :
  1.  A woman who carries a child to term on behalf of another woman and then assigns her parental rights to that woman and the father.
  2. A person who carries out the role of a mother. 
Praktik surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah. Dalam hukum Indonesia, praktik ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan.

Dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah HANYA DAPAT DILAKUKAN oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan, sebagai berikut : 
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Jadi, yang diperbolehkan oleh Hukum Indonesia adalah Metode Bayi Tabung yaitu metode pembuahan antara sperma milik suami dan ovum milik istri yang terikat perkawinan secara sah di mata hukum yang kemudian ditanamkan di rahim sang istri dimana ovum itu berasal. Sedangkan metode atau upaya kehamilan diluar cara alamiah selain yang diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang No. 36 TAhun 2009 tentang Kesehatan tersebut, dalam hal ini Ibu Pengganti atau Sewa Menyewa atau Penitipan Embrio dalam Rahim perempuan lain, secara hukum TIDAK dapat dilakukan di Indonesia.
Praktik sewa rahim atau Ibu pengganti selain tidak diperbolehkan oleh Peraturan Perundang-Undangan, praktik transfer embrio ke rahim titipan (bukan rahim istri yang memiliki ovum tersebut) difatwakan HARAM
oleh Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 26 Mei 2006.


Praktik Ibu Pengganti atau Sewa Menyewa Rahim secara khusus belum diatur di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu pengganti ataupun sewa menyewa rahim. Secara redaksional sewa menyewa dapat dihubungkan dengan kontrak antara pihak pertama dan pihak kedua, dalam Pasal 1338 KUH Perdata memang diatur mengenai kebebasan berkontrak, dimana para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun bentuknya:
 Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
  1. Kesepakatan para pihak;
  2. Kecakapan para pihak;
  3. Mengenai suatu hal tertentu; dan 
  4. Sebab yang halal.
Jadi dapat digarisbawahi disini, salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 jo Pasal 1337 KUH Perdata adalah harus memiliki sebab yang halal, yaitu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Seperti telah dituliskan diatas, praktik Ibu Pengganti bukan merupakan upaya kehamilan yang "dapat dilakukan" menurut undang-undang khususnya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, maka dengan demikian syarat sebab yang halal tersebut TIDAK TERPENUHI.


source : www.hukumonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar