Kamis, 04 Agustus 2011

Perbedaan Peran/ Kewenangan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan selaku Penyelidik dan Penyidik

Dalam Undang-Undang diatur bahwa Kepolisian bisa berperan sebagai penyelidik dan penyidik (KUHAP Pasal 1 Ayat 4 dan PP No. 27 Tahun 1983); Kemudian dinyatakan bahwa Jaksa juga bisa berperan sebagai penyelidik dan penyidik (UU Kejaksaan No. 16 Tahun 2004); KPK pun bisa berperan sebagai penyelidik dan penyidik (UU No. 30 Tahun 2002). 

"Kenapa banyak yang bisa menjadi penyelidik dan penyidik? bukankah hanya Polisi saja yg berwenang dalam hal ini?Kok bisa? Apa bedanya kalau begitu?"

Pertanyaan itu pasti sering muncul dalam pikiran kita sehari-hari. Penyidik identik dengan Polisi. hanya Polisi yang berwenang menjadi Penyelidik dan Penyidik. Tidak hanya orang awam akan hukum yang mencari tahu apa bisa Jaksa atau KPK menjadi penyidik, orang-orang yang baru "bergabung" dalam dunia hukum juga masih sering bertanya-tanya tentang hal ini.


Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara RI (POLRI) atau pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP). Penyidik POLRI adalah pejabat POLRI tertentu paling rendah berpangkat Pembantu Letnan Dua (PELDA) atau Ajun Inspektur Polisi II (AIPDA) yang ditunjuk/ diangkat oleh KAPOLRI, jadi tidak setiap anggota POLRI dengan pangkat AIPDA bertindak selaku penyidik melainkan terbatas hanya pejabat POLRI yang ditunjuk/diangkat oleh KAPOLRI atau pejabat lain yang mendapat pelimpahan wewenang KAPOLRI. wewenang penyidik POLRI dapat dilihat dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP

Penyidik PNS adalah PPNS tertentu paling rendah berpangkat II/b yang diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul departemen yang membawahi PPNS bersangkutan. Wewenang penyidik PPNS sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI Pasal 7 ayat (2) KUHAP . Sebagai contoh mengenai wewenang Penyidik PPNS yaitu :
Di lingkungan DIrektorat Jendral Pajak, Penyidik PPNS mempunyai wewenang antara lain : (1) melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; (2) melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dll, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007

Penyidik Pembantu adalah pejabat tertentu paling rendah berpangkat Sersan Dua (Brigadir II) dan PPNS tertentu di lingkungan POLRI paling rendah berpangkat golongan II/a yang diangkat selaku Penyidik PEmbantu oleh KAPOLRI. Syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagai penyidik pembantu diatur dalam PP No. 27 Tahun 1983 Bab II Pasal 2 dan Pasal 3 yang telah diubah dan diatur dalam PP No. 58 Tahun 2010 jo Keputusan MENKEH NO. M.08 UM.01.06 Tahun 1983 tanggal 16 Desember 1983 tentang Pelimpahan Wewenang Pengakatan Penyidik PPNS. Penyidik pembantu hanya dikenal dan berlaku di lingkungan POLRI dan mempunyai wewenangyang sama dengan penyidik POLRI kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik  (Pasal 11 KUHAP.)



Sesuai dengan ketentuan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, maka tugas pokok Kejaksaan RI melalui para jaksanya adalah bertindak untuk dan atas nama negara selaku penuntut umum di depan sidang Pengadilan Negeri. Akan tetapi menurut Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. PP No. 27 Tahun 1983 Bab II yang telah diubah dan diatur dalam PP No. 58 Tahun 2010 Pasal 17 untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu yang mempunyai ketentuan khusus acara pidana, selain ditugaskan kepada penyidik yang diatur dalam KUHAP, ditugaskan pula kepada jaksa sehingga di lingkungan kejaksaan (Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri) terdapat jaksa-jaksa yang ditugaskan sebagai penyidik yang dikenal sebagai Jaksa Penyidik yang berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana khusus (tertentu).

Yang dimaksud dengan tindak pidana khusus yaitu tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tertentu yang didalamnya terdapat ketentuan khusus acara pidana, misalnya UU No. 7 Drt. 1955 jo UU No. 8 Drt. 1958 yang dikenal dengan UU Tindak Pidana Ekonomi (UUTPE), UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi dan lain-lain berdasarkan UU yang didalamnya terdapat ketentuan khusus acara pidana. UU subversi tersebut telah dicabut berdasarkan UU No. 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU No. II/PNPS/Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia dan prinsip negara hukum.


Sedangkan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”), kewenangannnya diberikan oleh UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bertugas untuk  melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya membatasi bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang:
1.   melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
2.      mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
3.      menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Kategori perkara sebagaimana disebutkan di atas juga dipertegas dalam Penjelasan Umum UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi, tidak semua perkara korupsi menjadi kewenangan KPK, tapi terbatas pada perkara-perkara korupsi yang memenuhi syarat-syarat di atas.

Semoga tulisan Saya diatas dapat menambah pengetahuan bagi Anda.

Love,
BayuIka

7 komentar:

Unknown mengatakan...

PPNS yang lain gmna?

Bayu Ika Perdana mengatakan...

Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya bahwa wewenang Penyidik PPNS sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan dari Penyidik POLRI (Pasal 7 ayat (2) KUHAP). Contoh wewenang Penyidik PPNS lainnya :

1. Di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi, Penyidik PPNS mempunyai wewenang antara lain : menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian; Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan seorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian dll sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian BAB VII Pasal 47.
2. Dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi BAB X Pasal 40 diatur kewenangan penyidik PPNS di lingkungan telekomunikasi yang antara lain berwenang menyegel dan/atau menyita alat telekomunikasi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
3. Di lingkungan Departemen Keuangan Cq Direktorat Jenderal Bea dan Cukai : Kewenangan Penyidik PPNS di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diatur dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan BAB XV Pasal 112.
4. Di lingkungan Departemen Kehutanan, Departemen Perdagangan. Di lingkungan Departemen Dalam Negeri Cq. Pemda Tk. I dan Tk. II dan departemen-departemen lainnya, juga mempunyai beberapa pegawai negeri tertentu yg diangkat sebagai Penyidik PPNS. Pada umumnya pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penyidik terlebih dahulu harus mengikuti dan lulus pendidikan penyidik PPNS.

Unknown mengatakan...

Klo pencurian listrik gt, penyidiknya siapa? kan PLN udh pnya UU sendiri. gmna tuh? weehehehe

Bayu Ika Perdana mengatakan...

sama halnya dengan Penyidik PPNS yang sudah saya sebutkan tadi. Dalam UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan BAB XIV Pasal 58 ayat (1) disebutkan Selain Penyidik POLRI, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan.

terima kasih,
BayuIka

Unknown mengatakan...

mantaaaaaaaph.... *jempol

Bayu Ika Perdana mengatakan...

terimakasih sudah mampir d blog saya ;)

Anonim mengatakan...

setelah lama cari cari di google , akhirnya ketemu blog anda tentang tugas kuliah saya PPNS .

terima kasih ilmu nya semoga mendapat balasan dari ALLAH atas ilmu nya ^^

Posting Komentar