Selasa, 18 September 2012

Metode Penafsiran dan Konstruksi Hukum

Jenis-jenis metode penafsiran dan konstruksi hukum yang biasanya dipakai, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran yang menafsirkan Undang-undang menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada undang-undang. Hakim wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum. Syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan penafsiran menurut bahasa ini adalah penjelasan itu harus bersifat logis, oleh karenanya metode ini juga disebut metode objektif.

2. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum. Karena, terbentuknya suatu undang-undang pada hakikatnya merupakan bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak mungkin ada satu undang-undang yang berdiri sendiri tanpa terikat dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai konsekuensi logis dari berlakunya suatu sistem perundang-undangan maka untuk menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan itu. Oleh karena itu interpretasi sistematis ini disebut juga interpretasi logis.

3. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara meninjau latar belakang sejarah dari pembentukan atau terjadinya peraturan undang-undang yang bersangkutan.

Dalam ilmu hukum interpretasi historis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang (Wethistoirsche interpretatie) yaitu penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk Undang-undang pada waktu pembentukannya. Interpretasi menurut sejarah undang-undang ini disebut juga interpretasi subjektif karena penafsiran rnenempatkan pada pandangan subjektif pembuat undang-undang. Dengan demikian interpretasi menurut sefarah undang-undang merupakan lawan dari interpretasi gramatikal yang disebut sebagai metode penafsiran objektif.

b. Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memahami undang-undang dalam konteks sejarah hukum. Pemikiran yang mendasari diterapkannya metode interpretasi ini adalah anggapan bahwa setiap undang-undang selalu merupakan reaksi dari kebutuhan sosial yang memerlukan pengaturan. Setiap pengaturan dapat dipandang sebagai langkah dalam perkembangan sosial masyarakat sehingga langkah itu maknanya diketahui. Hal ini meliputi semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan undang-undang.

4. Metode Interpretasi secara Teleologis atau Sosiologis yaitu cara penafsiran suatu ketentuan undang-undang untuk mengetahui makna atau yang didasarkan pada tujuan kemasyarakatan. Metode interpretasi undang-undang diterapkan pada suatu undang-undang yang masih berlaku tetapi kurang berfungsi karena tidak sesuai lagi dengan keadaan jaman. Terhadap undang-undang yang ada diupayakan (melalui penafsiran) untuk dapat digunakan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan dan lingkungan masa kini dengan tidak memperhatikan apakah itu pada saat diundangkannya sudah dikenal atau tidak. Dengan lebih sederhana pengertian metode interpretasi teleologis atau sosiologis dapat dikemukakan yaitu merupakan upaya menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Keadaan undang-undang yang sebenamya sudah tidak sesuai lagi dengan zaman dijadikan alat untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi pada saat sekarang.

5. Interpretasi Antisipatif atau Futuristis yaitu cara penafsiran yang menjelaskan ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan berlaku, yaitu dalam rancangan undang-undang.

6. Interpretasi Evolutif-Dinamikal yaitu apabila hakim dalam putusannya memerikan makna sangat menentukan (yang melakukan terobosan) pada perkembangan hukum yang terjadi setelah (kemunculan atau keberlakuan) aturan-aturan hukum tertentu.

7. Interpretasi Restriktif dan Ekstensif. Ditinjau dari hasil penemuannya, suatu penafsiran undang-undang dapat dibedakan ke dalam interpretasi restriktif dan ekstensif. Interpretasi restriktif adalah sebuah perkataan diberi makna sesuai atau lebih sempit dari arti yang diberikan pada perkataan itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan dalam pada perkataan itu dalam kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan sehari-hari, sedangkan interpretasi ekstensif adalah sebuah perkataan diberi makna lebih luas ketimbang arti yang diberikan pada perkataan itu menurut kamus atau makna yang dilazimkan dalam percakapan sehari-hari.

8. Metode Konstruksi Analogi yaitu merupakan metode penemuan hukum dengan cara memasukan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan.

9. Metode Konstruksi argumentum a contrario yaitu merupakan metode konstruksi yang memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan perlawanan ini ditarik suatu kesimpulan bahwa perkara yang dihadapi tidak termasuk kedalam wilayah pasal tersebut.

10. Metode Konstruksi Penghalusan hukum yaitu merupakan metode yang mengeluarkan masalah yang dihadapinya sebagai perkara dari lingkup perundang-undangan yang bersangkutan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

hoax

Posting Komentar